Menjadi
manusia seutuhnya hari ini sangat mudah, hal ini dapat dilihat pada persoalan
seberapa banyak kita memposting gambar dalam media sosial atau juga seberapa
syahdu kita menulis moment di dinding-dinding media sosial. Pagi ini, seperti
biasa rutinitas awal adalah menyalakan layar 6 inchi dan membuka beberapa akun
yang terintegrasi dalam satu alamat email. Agak nyiyir memang ketika melihat
sebuah meme dari salah satu akun Buzzer di Instagram “Sayangnya Malaikat Tidak
Akan Bertanya Seberapa Hits Anda Dalam Media Sosial atau Seberapa Banyak Jumlah
Love dan Followers Akun Instagram Anda” Tak lama kemudian, seorang kawan
mengirimi pesan singkat melalui Whatsapp “Kanda, Akun Instagram Soal Pa**
Memposting Fotoku tanpa konfirmasi terlebih dahulu. Bagaimana ini Kanda? Dengan
sedikit memperbaiki tata letak tubuh yang masih terbujur di atas kasur, saya
membalasnya dengan cukup singkat, “Tunggu Kanda, bentar di kampus kita
diskusikan”.
Sumber : Googgle |
Kampus
siang itu telah ramai, di tempat biasa kami berkumpul dan mendiskusikan banyak
hal, termasuk aktivitas akun Buzzer Instagram kota ini yang seringkali
memposting sebuah foto tanpa konfirmasi dan tanpa melengkapi dengan caption asli dari foto aslinya. Beberapa
dari netizen mungkin sangat bangga apabila fotonya di repost oleh beberapa akun Buzzer dengan alasan hal tersebut dapat
menambah banyak followers dan
seketika menjadi populer. Iya, dengan kemudahan teknologi hari ini kebahagiaan
akan citra-citra diri - selfishness
menjadi dominan sebagai latar belakang gerak bermedia sosial. Sayangnya,
anggapan bahwa segala hal dalam media sosial adalah menjadi milik publik tidak
dibarengi dengan etika penggunaan foto atau apapun itu oleh banyak akun Buzzer.
Dan lebih parahnya lagi, kesenangan-kesenangan instan dengan menjadi popular tanpa
disadari menjadi bahan jualan akun Buzzer tersebut. Begini logika sederhananya…
Akun
Buzzer adalah sebuah akun yang memposting apapun itu demi keuntungan ekonomi.
Akun Buzzer membutuhkan bahan untuk diposting, yang akan membawanya pada jumlah
love dan followers yang juga semakin banyak. Semakin banyak jumlah love dan followers semakin meningkatkan daya jual atau sisi tawar akun Buzzer
pada calon klien yang akan beriklan pada akun tersebut. Dan hal tersebut
biasanya dikategorisasi melalui penggunaan hastag (#). Sebenarnya penggunaan
hashtag (#) adalah untuk memberikan kategorisasi tema yang sama pada informasi
yang disebar melalui dinding-dinding media sosial, sama sekali bukan memberikan
hak milik pada admin atau akun Buzzer
yang memiliki hastag dan nama akun yang sama. Contohnya saja apa yang terjadi
pada kawan saya, salah satu akun Buzzer Instagram di kota ini, sebut saja Soal
Paku dengan entengnya memposting gambar tanpa konfirmasi dan menghilangkan caption asli foto tersebut. Dalam sudut
pandang komunikasi, foto dan caption
adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Artinya, tanpa caption foto akan kekurangan makna. Caption menutupi kelemahan dari sebuah
foto yang memiliki banyak tafsir. Karena caption
memiliki fungsi integrasi dengan foto, dan seringkali kita menghabiskan banyak
waktu hanya untuk menulis caption
yang sesuai dengan maksud foto tersebut. Di satu sisi, admin akun Buzzer Soal
Paku hanya menuliskan caption “Kapan
Terakhir Kesini?” No offense, hanya
saja caption tersebut sangat receh. Mungkin
memang, admin Buzzer Soal Paku melihat foto atau karya kawan-kawan netizen
hanya bernilai receh. Agghhh…kamu jahat mimin…
Andai
mimin Soal Paku mau saja sedikit memberikan apresiasi pada karya kawan-kawan
Netizen, setidaknya berikan konfirmasi atas foto yang ingin di repost dan
jangan sekali-kali memisahkan foto dengan captionnya. Sayangnya, konfirmasi
dilakukan setelah netizen memberikan kritik terhadap mimin. Yaghhh…ini sama
saja dengan anekdot “Berak saja dulu, persoalan cebok nanti aja kalo baunya
sudah mulai mengganggu”. Mungkin tidak semua netizen berpikir pentingnya etika dalam
bermedia sosial, tapi melalui tulisan ini ada sekelompok netizen yang peduli
dan terganggu dengan kebiasaan buruk mimin Buzzer Soal Paku. See you…
Write by : Menk
Edited by : Trinarta
Comments
Post a Comment