Tersebutlah
nama sesosok iblis. Iblis itu dikenal sebagai Laplace’s Demon, satu sosok intelegensia yang dipostulatkan oleh Pierre Simon de Laplace. Laplace—seorang ahli
matematika Perancis abad ke-18—menulis
sebuah esai, Essai philosophique sur les
probabilités pada tahun 1814.
Dalam esai itu, Laplace mempostulatkan
adanya suatu sosok intelegensi yang memiliki pengetahuan tentang posisi,
kecepatan, arah, dan kekuatan semua partikel di alam semesta pada satu waktu.
Intelegensi ini sanggup memprediksi dengan satu formula saja seluruh masa depan
maupun masa lampau.
Laplace's Demon Linocut - History of Science, Imaginary Friend of Science Collection, Pierre-Simon Laplace, Mathematics Physics Daemon Space (https://www.etsy.com/listing/74889917/laplaces-demon-linocut-history-of)
Laplace
berpendapat, kondisi alam semesta saat ini merupakan efek dari kondisi
sebelumnya, sekaligus merupakan penyebab kondisi berikutnya. Dengan begitu, jika
kondisi alam semesta pada saat penciptaan dapat diketahui secara rinci, maka
seluruh matematikawan dan fisikawan mampu membuat sejarah dan masa depan terang
benderang.
Pendapat
Laplace tersebut adalah perkembangan dari mekanika klasik Newton. Dalam mekanika Newton, gerak dianggap sebagai sesuatu yang sederhana. Jika manusia pada saat tertentu mengetahui gaya apa saja yang bekerja dalam
satu objek yang sedang bergerak, maka manusia akan
dapat memastikan bagaimana ia akan bergerak atau berperilaku di masa yang akan datang.
Keberadaan
sang Iblis hendak menyatakan sebuah
konsep, yaitu determinisme. Dalam Kamus Filsafat yang disusun oleh Lorens
Bagus, terdapat beberapa makna dari determinisme. Determinisme merupakan (1)
pandangan bahwa setiap peristiwa atau kejadian “ditentukan”, dan (2) pandangan
bahwa segala sesuatu “diatur” oleh, atau bekerja selaras dengan, hukum-hukum
kausal, segala sesuatu di alam semesta secara mutlak bergantung pada, dan
diharuskan oleh, sebab-sebab, dan jika ada pengetahuan cukup tentang cara
bekerjanya suatu hal, maka kita akan mampu melihat bukan hanya masa depan,
tetapi juga masa depan segala sesuatu yang tercermin secara lengkap dalam hal
itu.
Mari
kita amati. Kita dapat menemukan bahwa teori Laplace tentang alam
semesta mirip dengan ide tentang
penciptaan dan takdir, yang terkandung dalam agama-agama besar dunia. Sang Iblis menggiring kita untuk
menyamakan konsepnya dengan konsep Tuhan.
Berasal dari Kritik
Keberadaan
Iblis yang dipostulatkan Laplace sebetulnya adalah kritik Laplace terhadap alam
semesta Newton yang kausal, teori gravitasi Newton yang dianggap minim unsur
metafisis—sesuatu yang akhirnya justru menjadi kritik Engels terhadap Laplace.
Alan Woods dan Ted Grant Monday menyarikan kritik Engels terhadap Laplace dalam karya
The Dialectics of Nature. Engels menjelaskan bahwa determinisme-mekanistik yang dicetuskan Laplace niscaya akan membawa kita pada fatalisme, yang berarti kepasrahan pada takdir dan konsepsi mistis tentang alam raya ini.
Engels menunjukkan bahwa
determinisme-mekanistik Laplace
mereduksi keniscayaan
ke tingkat
kebetulan
semata. Jika tiap kejadian kecil berada dalam
tingkat keniscayaan yang sama dengan hukum umum gravitasi, maka seluruh hukum dasar
alam berada pada tingkat kedangkalan yang sama.
Dalam
kahazanah pikir Laplace, jika
manusia dapat merunut
kausalitas dari segala sesuatu di alam semesta, maka manusia akan dapat menghapuskan adanya kebetulan. Segala sesuatunya yang terjadi akan
dipandang sebagai sebab dan akibat. Tetapi menurut Engels, cara bekerja seluruh alam
semesta tidak dapat direduksi menjadi
beberapa persamaan yang sederhana. Salah satu keterbatasan teori mekanistik
klasik adalah bahwa teori
tersebut mengandaikan tidak adanya pengaruh
eksternal terhadap pergerakan benda tertentu. Meskipun kenyataannya,
pergerakan tiap benda dipengaruhi dan ditentukan oleh pengaruh eksternal. Tidak ada
satu hal pun yang hadir dalam keadaan
terisolasi dari luar
dirinya.
Iblis dan Tuhan
Dalam agama-agama besar
dunia, Tuhan adalah sosok yang Mahakuasa dan Mahatahu. Ia
dipercaya sebagai sosok yang menciptakan dan mengatur alam semesta. Jika tidak
ada Tuhan, maka tidak akan ada peristiwa-peristiwa di dunia. Kekuatan Tuhan,
dalam hal ini jauh melampaui segala hitungan dan ramalan para ilmuwan dalam
bidang sains. Begitu pun konsepsi Laplace mengenai alam semesta.
Sosok canggih sang Iblis mendasari segala ide-ide mekanistik yang tidak mungkin dapat
dibuktikan melalui konfirmasi saintifik yang masuk
akal. Sang Iblis—dan Tuhan, tentu saja—sama-sama mendeterminasi gerak alam semesta. Pergerakan Tuhan bersifat metafisis dan
spiritual, sedangkan sang Iblis yang dicetuskan Laplace sangat material dan
mekanistik—sehingga menuntut peran aktif manusia. Manusia harus berperan aktif
dalam mencari dan mengolah pengetahuan di masa kini demi untuk meramalkan situasi
di masa yang akan datang.
Bicara
tentang determinisme, tak mungkin luput kita membahas penciptaan alam semesta. Keberadaan Tuhan sebagai
pencipta alam semesta menjadi penyebab terhalangnya kehendak bebas manusia. Gegara Tuhan, manusia tidak lagi
mempunyai kebebasan untuk bertindak karena segala sesuatunya semacam telah ditentukan oleh sosok super-intelegensi tersebut. Pilihan-pilihan manusia menjadi tak ada artinya.
Jean Paul Sartre, misalnya. Dalam filsafat eksistensialismenya,
ia mengajukan sebuah penolakan terhadap kodrat manusia yang digariskan Tuhan.
Kodrat yang dimaksud adalah substratum tetap yang ditentukan sedari awal oleh
Tuhan. Dengan kodrat yang ditentukan oleh Tuhan, maka seorang manusia tidak
dapat berubah mencapai taraf yang lebih tinggi daripada yang ditentukan oleh
Tuhan lewat kodratnya. Manusia menjadi tidak berkembang.
Menurut
Sartre, eksistensi maupun esensi manusia ditentukan dari pelaksanaan kebebasan.
Sifat kebebasan dalam diri manusia adalah radikal dan total. Maka di situlah
letak masalahnya. Jika Tuhan ada, maka manusia merupakan ciptaan yang sudah
dicetak. Dengan adanya Tuhan yang mendeterminasi, manusia tidak dapat secara
total dan penuh kedaulatan menentukan dirinya. Dalam konteks Sartre, kita dapat
melihat bahwa kehendak bebas sangat krusial bagi kehidupan manusia.
Namun,
perlu diketahui bahwa pada abad ke-19—sebelum teori Sartre tentang determinasi
muncul—para ilmuwan seperti Laplace justru menolak adanya kehendak bebas. Hubungan yang dekat antara konsep kausalitas dan determinisme
adalah alasan mengapa ide tentang kehendak bebas ditolak mentah-mentah oleh mereka. Penolakan tersebut bukan
hanya dilandasi oleh keberadaan sosok super-intelegensi, tetapi lebih kepada
ide-ide saintifik yang dikombinasikan dengan prinsip-prinsip mekanistik secara
umum.
Para
ilmuwan memiliki metode ilmiah yang menggabungkan antara eksperimen dan
hukum-hukum dengan suatu teori dan model dalam mendekati realitas. Para ilmuwan
sudah memiliki caranya sendiri dalam menemukan sebab dan akibat terjadinya
segala sesuatu. Kurang lebih jika A bertemu dengan B, maka hasilnya akan selalu
AB dalam segala kondisi. Mekanisme semacam inilah yang semakin meyakinkan bahwa
pada prinsipnya, kehendak bebas manusia sesungguhnya bukan merupakan
benar-benar pilihan yang “bebas”, karena merupakan akibat-akibat mekanistis
yang niscaya.
Perkara Kebebasan Kita
Sebetulnya kita tidak bisa
menyamakan determinasi Tuhan dengan Laplace’s
Demon. Sartre tidak dapat dibandingkan dengan Laplace. Tuhan dan sosok
super-intelegen yang dicetuskan Laplace harus diletakkan dalam keketatan metode
yang berbeda.
Meski begitu,
kita tidak bisa menyangkal bahwa determinasi memang membawa manusia menuju satu
ekstrem, yaitu fatalisme atau merasa kehilangan kebebasan. Fatalisme dalam
konsepsi filosofis berpendapat bahwa segala proses di dunia sejak awal sudah
ditakdirkan dan diatur oleh keharusan atau keniscayaan. Manusia tidak memiliki
kebebasan dan upaya-upaya kreatif. Dalam konsepsi teologi, peristiwa-peristiwa
historis dan kehidupan manusia ditentukan sebelumnya oleh kehendak Allah.
Determinasi
membuat manusia menjadi pasrah oleh Tuhan maupun cara kerja alam. Kehidupan
manusia di tengah alam semesta menjadi pasif. Maka, manusia dalam hal ini
sebetulnya membutuhkan determinasi Tuhan, maupun determinisme-mekanistik.
Segala macam aktivitas manusia memiliki aspek spiritual yang sebetulnya bisa
dan perlu diekspresikan melalui aktivitas material.
Tuhan akan
membawa manusia menuju keterbatasan gerak, alias moralitas.
Tuhan mengarahkan manusia menuju nilai-nilai yang
mengatur tindakan manusia kepada sesamanya maupun alam. Manusia dalam
alam semesta menjalin relasi yang penuh kebaikan dengan manusia yang lainnya
karena adanya nilai-nilai yang dijunjung. Sementara dalam ide Laplace, kondisi alam semesta yang merupakan efek dari
kondisi sebelumnya membuat manusia perlu berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan
ragawi. Masa depan sepenuhnya terprediksi manusia, dengan catatan bahwa manusia
harus aktif dalam bereksperimen mengandaikan segala sebab dan akibat. Di
situlah peran para ilmuwan. Jadi, percaya pada mekanisme alam maupun
Tuhan adalah sama saja.
Kehendak bebas
tidak berlawanan dengan prinsip-prinsip kausalitas. Dalam bertindak, manusia
selalu terarah pada satu tujuan. Tujuan tersebut dapat mengandung sebuah
kebaikan, maupun sebaliknya. Sebetulnya dengan memahami kebaikan dari tujuan
tindakan, manusia sudah dapat dikatakan memiliki kehendak.
Kehendak, jika
diberikan motif yang pantas, merupakan sebab efisien yang mencukupi. Syaratnya,
sejauh kehendak memiliki kekuatan generatif yang dapat menghasilkan pilihan di
banyak “jurusan”. Setiap tindakan manusia yang memiliki syarat di atas tak lain
merupakan kehendak. Berarti di satu sisi, Sartre benar bahwa kehendak bebas
manusia itu melekat secara radikal dalam diri manusia.
Pada intinya, di
bawah determinisme semacam apapun, manusia dapat—bahkan mau tidak mau—harus aktif bertindak.
Sosok Iblis yang dicetuskan Laplace membantu kita memahami bahwa determinisme tidak bertentangan dengan kehendak bebas.Tindakan para ilmuwan justru merupakan contoh bahwa alam semesta yang teratur dan terarah, serta dapat dipahami segala macam sebab akibatnya, justru membawa mereka pada tindakan pencarian aktif, yang tidak lain adalah kehendak itu sendiri.
Tanpa diduga,
kita telah sampai pada hubungan yang erat antara sains dan makna hidup manusia.
Laplace dengan teorinya yang beraura metafisis telah melampaui sains.
Filsuf dan
ilmuwan punya pertanyaan yang sama, “apa makna hidup dan makna alam semesta
ini?" Jawabannya? Coming soon. Segera ditemukan secara bertahap dalam tindakan aktif manusia.
Beberapa Bacaan
Bagus, Lorens. 1996. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia.
Leahy, Louis. 2013. “Bagian II: Filsafat Ketuhanan dan
Sains” dalam Manusia-Tuhan-Sains:
Kumpulan Esai Louis Leahy SJ. Yogyakarta: Kanisius.
Tjahjadi, Simon Lily. 2006. “Ateisme Sartre: Menolak
Tuhan, Mengiyakan Manusia” dalam Jurnal
Filsafat Driyarkara Tahun XXVIII, no. 4 / 2006. Jakarta: STF Driyarkara.
Van Melsen, Andrew G. 1954. “Activity in Matter” dalam
Duquesne Studies Philosophical Series 2:
The Philosophy of Nature. Louvain: Duquesne University.
Woods, Alan dan Ted Grant Monday. 1995. Reason in
Revolt: Ketidakpastian dan Idealisme (Indonesian translation of the sixth
chapter, Uncertainty and Idealism of Reason
in Revolt: Marxism and Modern Science) dalam http://www.marxist.com/reason-revolt-ketidakpastian-idealisme.htm.
(http://www.azquotes.com/author/23554-Pierre_Simon_Laplace) |
Sangat menarik ..
ReplyDeleteNamun sedikit orang yg tertarik pada hal seperti ini :(
Karna orang" biasanya menghindari sesuatu hal yg menyinggung existensi Tuhan , dan memilih menjauh daripada mendalami dan mencari kebenaran.
Mknya itukn dsebut Sunnatullah, kbnaran adalah absolut, tnpa adanya hukum alam mk tdk akan ada kbnaran absolut, yg mmbuat adanya kbnaran dsebabkn krn adanya ktidakbnaran, tp utk sampai mnjd kbnaran absolut mk dbutuhkn sistem yg sdh pasti teratur yg mnjdikn kbnaran tsb bernilai absolut, trmasuk jg khendak kita yg bebas, tanpa ada hukum yg pasti teratur yg mmbuat kita dpt brkhendak bebas mk tk mungkin manusia brkhendak bebas, pnyebab kita bsa brkehendak bebas adalah krn ada sistem yg mngatur agar itu mungkin dilakukan, tp disisi lain artinya jk ada sistem yg teratur yg mmbuat kbnaran adalah absolut atau yg mmbuat khendak bebas tsb mungkin, brarti smuanya ini mmang sdh brjalan sbgmn mestinya alias takdir. Tp sbaiknya kita tdk usah mmprtanyakn Tuhan, malah kita jd sesat, smakin kita turuti kmauan ego kita, smakin kita mmprtanyakan kbijaksanaan Tuhan akan smakin mmbuat kita brtentangan dgn Tuhan krn ego manusia yg ingin hidup smaunya, pdhal dirinya sndiri sadar smuanya brjalan tratur dlm sebuah sistem yg absolut. Lalu kita mesti bgmn? Klau aq bgku kbnaran itu ttp penting, nmun kbnaran utk mnentukan aq shrsnya brda di jln mna, aq ini muslim, klaupun aq hrs mncari kbnaran, kbnaran yg aq cari adalah muslim yg aq pilih ini sbuah pilihan yg bnar atau bukan, bukannya kbnaran mmprtanyakan Tuhan, sbab aq tlah mmutuskn muslim sbg pilihan yg bnar bgku, dan agamaku mlarang utk mmprtnyakn Tuhan, sbab smcam itu jk aq turuti ego trus2an hnya akan jd kcelakaan bgku. Lalu bgmn kita mnyikapi takdir. Takdir itu pasti krn itu sesuai hukum alam, nmun sbgmn sabda Rasulullah, cukup kita ktahui yg tlah dulu adalh takdir kita tp utk nanti brsuka rialah, kita bebas mmilihnya. Allah pnya kuasa utk mmbuat sgala yg tdk mungkin mnjd mungkin krn itupun jg sbuah sistem yg pasti, mk tak usah mmprtanyakan Tuhan dan tk usah bahas yakdir, cukup saudr brusaha, slalu brdoa kpd Allah agar kita trmsuk org yg selamat, sbab hnya Allahlah yg dpt mnghendaki smua itu. So, pray n keep the spirit
ReplyDeleteMknya itukn dsebut Sunnatullah, kbnaran adalah absolut, tnpa adanya hukum alam mk tdk akan ada kbnaran absolut, yg mmbuat adanya kbnaran dsebabkn krn adanya ktidakbnaran, tp utk sampai mnjd kbnaran absolut mk dbutuhkn sistem yg sdh pasti teratur yg mnjdikn kbnaran tsb bernilai absolut, trmasuk jg khendak kita yg bebas, tanpa ada hukum yg pasti teratur yg mmbuat kita dpt brkhendak bebas mk tk mungkin manusia brkhendak bebas, pnyebab kita bsa brkehendak bebas adalah krn ada sistem yg mngatur agar itu mungkin dilakukan, tp disisi lain artinya jk ada sistem yg teratur yg mmbuat kbnaran adalah absolut atau yg mmbuat khendak bebas tsb mungkin, brarti smuanya ini mmang sdh brjalan sbgmn mestinya alias takdir. Tp sbaiknya kita tdk usah mmprtanyakn Tuhan, malah kita jd sesat, smakin kita turuti kmauan ego kita, smakin kita mmprtanyakan kbijaksanaan Tuhan akan smakin mmbuat kita brtentangan dgn Tuhan krn ego manusia yg ingin hidup smaunya, pdhal dirinya sndiri sadar smuanya brjalan tratur dlm sebuah sistem yg absolut. Lalu kita mesti bgmn? Klau aq bgku kbnaran itu ttp penting, nmun kbnaran utk mnentukan aq shrsnya brda di jln mna, aq ini muslim, klaupun aq hrs mncari kbnaran, kbnaran yg aq cari adalah muslim yg aq pilih ini sbuah pilihan yg bnar atau bukan, bukannya kbnaran mmprtanyakan Tuhan, sbab aq tlah mmutuskn muslim sbg pilihan yg bnar bgku, dan agamaku mlarang utk mmprtnyakn Tuhan, sbab smcam itu jk aq turuti ego trus2an hnya akan jd kcelakaan bgku. Lalu bgmn kita mnyikapi takdir. Takdir itu pasti krn itu sesuai hukum alam, nmun sbgmn sabda Rasulullah, cukup kita ktahui yg tlah dulu adalh takdir kita tp utk nanti brsuka rialah, kita bebas mmilihnya. Allah pnya kuasa utk mmbuat sgala yg tdk mungkin mnjd mungkin krn itupun jg sbuah sistem yg pasti, mk tak usah mmprtanyakan Tuhan dan tk usah bahas yakdir, cukup saudr brusaha, slalu brdoa kpd Allah agar kita trmsuk org yg selamat, sbab hnya Allahlah yg dpt mnghendaki smua itu. So, pray n keep the spirit
ReplyDeleteWah terimakasih atas ilmunya :v
ReplyDeletehmm ga kusangka aku ingin tau hal ini karena sebuah anime yg kutonton ,hahaha
ReplyDeleteit seems like i know what anime you watching
DeleteSeishun buta yarou
DeleteThe author has good taste on physic
DeleteBaca ini Gara" movie China teori Laplace hehe
ReplyDeleteThanks ilmunya
ReplyDeleteBtw gua baca ini gara gara gua liat anime Darwins Gim, soalnya ada salah satu Chara yg menyebutkan teori ini